Kamis, 29 Desember 2011

Cinta tak 'kan salah

D
erunya memekakkan sekali, menjentik gendang telinga, jalanan yang berbatu-batu jadi menambah kesan angker dan memilukan keadaannya yang sudah reyot, ditambah lagi bau pesing yang menyengat menyayat indera penciuman. Salsa yang baru saja sembuh dari sakitnya berasa ingin muntah. Berapa lama lagi aku harus menderita? Aku sudah tidak kuat. Salsa merintih sendiri.
Tiba-tiba bus berhenti mendadak, membuat Salsa hampir terlempar ke kaca depan. Supir yang tidak tahu arah jalannya ke mana, menunggu panitia yang akan memandu perjalanan ini. Huh! Dengus Salsa kesal.
Sial sekali rasanya Salsa hari itu, melakukan perjalanan studi tour tetapi harus berpisah bus dengan teman-temannya, padahal empat temannya bisa satu bus. Tetapi kenapa Salsa harus terpisah sendiri? Hanya orang asing yang bersamanya sekarang, ditambah lagi Salsa dalam keadaan belum fit betul dari sakitnya. Salsa membutuhkan teman selama perjalanan. Tetapi panitia melarangnya berpindah bus karena kelompoknya memang berbeda jauh dari kelompok teman-temannya.
Perjalanan dengan bus tua, jalanan rusak, bau pesing, duduk sempit serta membuatnya mual benar-benar menjadi hukuman bagi Salsa selama perjalanan. Teman sebangkunya yang aneh tidak sedikit pun mengeluarkan suara. Entahlah, orang-orang yang berpenampilan seperti perempuan itu memang mempercayai suara itu adalah aurat, diam itu adalah emas, dan Salsa tidak pernah merasa mengerti dengan alasan itu.
Begitu lepas dan keluar dari besi reyot dan tua itu, Salsa berlari mencari-cari kamar kecil, Salsa benar-benar tidak tahan pengen muntah. Anggra yang melihat sahabatnya itu langsung menghampiri.
“Kamu kenapa Ca?”
“Mual, aku kepengen muntah! Sumpah nggak enak banget”
“Yasudah, muntahin di sini aja, sepertinya tidak ada kamar kecil di sekitar sini, lagian ini hanya semak-semak, tidak akan ada yang marah kalau kamu muntah di sini” Anggra yang kasihan melihat wajah Salsa yang pucat pasi menahan muntahnya jadi tidak tega. Dan tiba-tiba. Huek..huek.. cairan itu akhirnya keluar juga.
*                      *                      *
Hamparan hijau segar yang terpampang jelas di depan matanya tak mengusik kegalauan Salsa. Padahal burung-burung telah bernyanyi meneriakkan kegembiraan. Namun Salsa tetap setia dengan bibir manyunnya.
“Andai saja dari awal aku tahu kalau kegiatannya seperti ini, membosankan dan tak ada asiknya! Aku tak akan ikut, ditambah lagi kondisi badanku yg belum sembuh.” Salsa meratap lagi, sedangkan perempuan yang berada di sampingnya hanya menoleh sebentar dan diam lagi. Mana anak di sebelah ini kaku banget lagi, nggak asik banget dapet teman sekelompok pada pendiem semua. Salsa mengerlingkan matanya sebentar menatap teman-teman kelompoknya yang sudah tampak lelah seperti dirinya. Tiba-tiba getaran dari dalam kantong almamaternya mengagetkan Salsa, Ayu meneleponnya.
“Ya, Ayu, ada apa?”
“Ca, gimana kelompokmu? Wah... kelompokku asik-asik orangnya, kami kompak banget deh, walau baru kenal, aku suka.” Salsa hanya terdiam mendengar ocehan Ayu.
“Kenapa Ca? Kok diem aja? Kamu nggak papa kan?”
“Iya Yu, nggak papa, aku hanya capek, selamat ya, kamu seneng banget ya kayaknya”
“Ada apa sih Ca? Gimana kelompokmu?” Salsa berjalan agak menjauh dari teman-teman kelompoknya, kemudian menjawab.
“Sama sekali tidak asik dan tidak seenak posisimu Yu, teman kelompokku hanya satu perempuan, dan dia sangat kaku, yang laki-laki pun begitu, pada pendiam semua. Pokoknya aku ngerasa menyesal udah ikut hari ini. Sumpah nyesel!” Meski menekan volume suaranya tetapi jelas Salsa benar-benar kesal.
“Wah, maaf ya say, aku nggak tau kalau posisimu lagi nggak enak gini. Aku malah cerita-cerita sama kamu.”
“Nggak papa kok Yu. Selamat bersenang-senang aja ya sama teman kelompokmu!”
“yaudah deh Ca, hati-hati aja ya, mudah-mudahan kita cepet ngumpul lagi biar kita ketemu. Kasihan aku sama kamu” Ayu menutup teleponnya. Salsa hanya tersenyum pahit dan kembali berjalan mendekati rombongan kelompok kakunya. Membosankan.
*                      *                      *

“Itu dia busnya!” Seru Ari sambil menunjuk ke arah barat. Serentak semua kaget dan menoleh ke arah datangnya bus tersebut. Akhirnya Salsa mendengar juga suaranya. Anggota kelompok termuda itu memang hanya diam saja dari tadi. Hampir Salsa beranggapan kalau anak itu tidak bisa bicara. Tetapi hal yang terpenting sekarang adalah Salsa sudah berada dalam bus dan sebentar lagi akan bertemu dengan teman-temannya yang terbagi ke dalam kelompok yang berbeda-beda.
Sesampainya di pinggir pantai yang menjadi pelabuhan terakhir sebelum kepulangan ke kampus, Salsa segera mencari-cari empat orang temannya. Mana sih mereka? pikirnya. Tiba-tiba ada seorang lelaki memukul pundaknya dari belakang.
“Hai kakak, nyari siapa sih dari tadi?” Salsa ternganga, tidak menyangka bertemu dengan bocah usil itu di sini.
“Nyari teman-temanku. Kamu lihat mereka?”
“Mereka? Temannya ada banyak ya? Kupikir hanya satu, yang Anggra itu, kalian sering terlihat berdua”
“Bukan, kita ikut organisasi ini berlima. Sudah, kasih tahu saja, kamu lihat dia atau tidak?”
“Saya tidak tahu kakak, mungkin belum datang, atau lebih tepatnya belum dijemput bus.” Salsa cemberut lagi, kepalanya sudah sangat pusing, tetapi teman-temannya belum juga terlihat. Bagaimana kalau aku pingsan dan tidak ada yang peduli? Lelaki tadi masih memperhatikannya,
“Kakak kenapa sih? Pucat sepertinya.”
“Jangan panggil saya kakak lagi! Saya tidak suka dipanggil kakak sama kamu!” Salsa tiba-tiba jutek. Pria itu hanya tertawa.
“Yasudah, maaf deh. Oya, kenapa musti tunggu teman-temanmu? Apakah teman-teman di sini yang begitu banyak tidak bisa menjadi temanmu? Nggak boleh gitulah, masak hanya mau temenan sama teman sejurusan saja?” Salsa menoleh lagi dengan mata sedikit melotot.
“Bukan begitu, tetapi aku butuh mereka sekarang”
“Apakah aku tidak bisa membantu?”
“Tidak. Karena kamu laki-laki”
“Oh... masalah perempuan ya ternyata? Tetapi walau bagaimanapun, kakak eh Salsa istirahatlah dulu, semakin pucat kelihatannya” pria itu mengajak Salsa duduk di dekat rombongan kelompoknya. Salsa menurut saja, setidaknya dia sudah mengenal siapa pria itu. Untuk sementara bisalah menemaninya sampai Anggra dan yang lainnya datang.
*                     *                      *

“Kamu ikut bus dua aja Ca, biar bisa sama-sama kami.” Anggra berbisik,
“Tapi kan Ya, nanti kalau diabsensi panitia dan akunya nggak ada gimana?”
“Ah, sudahlah, nggak usah pikirin. Yang penting kan kamu bisa nyaman sama aku, nanti kalau pusing di busmu itu dan nggak ada yang peduli gimana? Ingat Ca, kepalamu masih sangat pusing kan?” Salsa mengangguk dan ikut saja apa kata Anggra.
Selesai acara penutupan, Anggra langsung menarik tangan Salsa dan menuntunnya menuju bus dua, dengan mengendap-endap mereka menaiki bus. Ayu, Septi, dan Indah menyusul di belakang mereka.
Salsa langsung merebahkan kepalanya begitu sampai di dalam bus. Benar-benar penat tubuh mungilnya seharian melakukan perjalanan yang menyebalkan, sampai-sampai Salsa tidak menyadari dari tadi ada yang memperhatikannya. Anggra menyikut Salsa yang menoleh ke luar jendela bus.
“Ada apa sih Ya? Ganggu deh”
“Sst... liat tuh! Diperhatiin mulu dari tadi sama dia” Salsa langsung menatap ke arah Diego, si junior yang selalu menyapanya itu.
“Ada apa?” Salsa spontan bertanya, Diego hanya tersenyum manis dan mendekati tempat duduk Salsa dan Anggra.
“Tidak apa-apa, hanya heran saja kenapa ada penghuni haram di bus ini” Diego dan Anggra langsung tersenyum, Salsa hanya manyun dan meminta Anggra yang menjelaskannya.
“Aku yang minta tadi Go, Ca lagi sakit.”
“Oh... kamu sakit Sa? Sakit apa? Kenapa nggak bilang?” Salsa melotot
“Kenapa musti bilang kalau kamunya nggak nanya? Aku sudah sembuh kok, hanya saja masih sedikit pusing.”
Diego hanya tersenyum dan tidak berkata-kata lagi dalam waktu yang lama. Namun, tiba-tiba dia menyodorkan permen pada Salsa ketika Salsa  hampir saja tertidur melihat Anggra sudah tidur.
“Apa ini?” kata Salsa dengan nada berbisik
“Baca saja” Diego menjawab. Salsa membalik permen yang bertuliskan I need you itu. Salsa kaget. Tidak mengerti apa maksudnya? Dia butuh aku? Tapi kenapa? Kita kan baru kenal. Salsa hanya diam menyembunyikan kebingungannya. Dan selama perjalanan mereka hanya saling terdiam.
Setibanya di Sekretariat, lima sekawan langsung mencari posisi enak untuk istirahat sejenak sebelum pulang.
“Ca, kamu dekat dengan berondong itu?” Ayu yang memang penasaran dari tadi tidak tahan untuk bertanya. Salsa terdiam untuk beberapa lama. Septi menyikutnya
“Ayo donk Ca, jawab!”
“Aku nggak deket kok sama dia, hanya saja sejak kenalan dulu dia jadi sering menyapaku setiap ketemu,. Bahkan dari jauh pun dia selalu memanggilku, ya... terkesan SKSD sih. Aku juga nggak ngerti. Udah ah, jangan tanya-tanya lagi” Salsa masih bingung, terutama dengan sikap Diego, untuk apa Diego memberikan permen bertuliskan I need you kepadanya?
*                      *                      *

Bila sinar surya terang menerangi kita, kukan mendekapmu erat takkan kulepaskan, walau kini engkau telah memilih dirinya, kukan selalu berharap, kukan selalu menanti, untuk cinta...
Salsa tertegun begitu mendengar beberapa bait lagu tersebut, ada kerinduan merasuk dalam raganya, tidak terasa sudah empat tahun Salsa tidak pernah lagi punya pacar semenjak pacarnya membawa kabur orang lain dan sekarang tidak tahu entah kemana. Salsa menjadi trauma untuk kembali menjalin hubungan. Dan Diego yang sekarang sedikit mencuri hatinya membuatnya galau. Apakah iya Diego menyukainya? Mengingat Diego selalu saja mencuri-curi perhatiannya, dan pernah memberikan permen bertuliskan I need you padanya, ditambah lagi sekarang mereka semakin sering berkomunikasi lewat sms. Diego anak yang baik, dia ramah kepada siapa saja terutama pada setiap perempuan. Diego juga sangat perhatian pada Salsa. Tetapi bagi Salsa ini terlalu cepat, perkenalan mereka baru tiga bulan dan mereka baru dekat sekitar dua bulan. Salsa tidak ingin gegabah dan salah pilih lagi, Salsa sudah sangat trauma dengan kejadian di masa lalunya. Apalagi usianya yang lebih tua satu tahun di atas Diego.
Sebenarnya semua itu tidak begitu dipersoalkannya, toh Salsa hanya akan menjalani saja hubungannya dengan Diego. Namun yang menjadi permasalahannya, Anggra ternyata juga menaruh hati pada Diego, bahkan dari awal kenal dengan diego, sebelum Salsa menyukai Diego. Tetapi Anggra tidak pernah mengungkapkannya kepada Salsa, Anggra merasa minder karena Salsa lebih cantik dan lebih populer, ditambah lagi Diego memang memiliki perhatian lebih pada Salsa daripada Anggra.
Salsa pernah bertanya pada Anggra persoalan Diego, namun sayang Anggra tidak mau jujur pada Salsa.
“Ya, kita temenan udah lama, dari kita pertama kuliah, jadi kuharap kamu tidak menyembunyikan apapun dari aku.”
“Apa sih Ca?”
“Aku mau kamu jujur sama aku, kamu suka kan sama Diego?” Anggra langsung kaget mendengar pertanyaan Salsa. Anggra jadi salah tingkah.
“Pertanyaan aneh! Jelas-jelas dia sukanya sama kamu, bukan sama aku Ca”
“Aku nanya kamu, bukan nanya dia Ya” Anggra diam saja, Salsa menyambung lagi
“Bukan apa-apa sih Ya, aku tau kamu luar dalam, dan aku tau kamu suka perhatiin dia. Aku Cuma nggak mau aja antara kita nanti ada salah paham. Kalau memang kamu suka, mungkin aku bisa lebih menjaga jarak dengannya. Dan jujur saja aku memang mulai suka sama dia.” Salsa terdiam, menunggu reaksi dari Anggra, namun Anggra masih tetap membisu. Salsa memegang tangan Anggra.
“Bagaimana menurutmu Ya? Kamu mau aku mengalah? Atau mau kita bertiga berteman saja? Atau bahkan kita berdua berjuang masing-masing secara sportif?”
“Ambil saja untukmu Ca, aku tidak suka padanya, tidak sadarkah kamu selama ini aku selalu mendukungmu dan dia? Kenapa kamu sampai berpikiran kalau aku suka? Enggak Ca, enggak.” Salsa tau Anggra berbohong, dari tatapan matanya dan dari raut wajahnya. Kenapa Anggra tidak mau jujur padanya padahal dirinya sudah berusaha jujur pada Anggra?
“Yaudahlah Ya, maaf ya kalo aku salah sangka. Kamu nggak akan berubah sama aku kan?”
“Haha... kamu ada-ada aja Ca, nggak lah...” Anggra kemudian menoleh membelakangi Salsa dan mencibirkan mulutnya.

Tiba-tiba Diego meneleponnya, Salsa yang masih berada di alam fatamorgana kaget dan tidak langsung mengangkat telepon dari Diego, karena ini pertama kalinya Diego meneleponnya. Salsa meraih hapenya dan dengan ragu menjawab,
“Ya Go, ada apa?”
“Lagi apa Sa? Ganggu nggak?”
“Nggak ganggu kok Go, Ca Cuma lagi santai aja dengerin musik. Hem, tumben nelpon? Kangen ya? hehe”
“Widih... tau aja kalo aku kangen? Hehe... kamu besok ke sekre kan? Ikut acara organisasi?”
“Iya, aku ikut kok. Kamu sendiri?”
“Ya, ikut juga karna kamu ikut! Yaudah ya Sa, sampai besok di sekre.” Telepon diputus Diego. Salsa nampak girang dan tampak lebih bersemangat. Dimatikannya musik melow yang tadi sudah beberapa kali diputarnya berganti musik yang lebih bersemangat.
Hari yang indah, terutama bagi Salsa yang sudah tidak sabar menunggu datangnya hari ini, sudah seminggu tidak bertemu Diego membuatnya kangen setengah hidup. Hari ini aku akan bertemu Diego lagi, ucapnya. Salsa kemudian melangkah mantap menyusuri padang ilalang yang dihiasi bunga-bunga cinta yang tumbuh di hatinya. Jalanan kampus yang biasa saja menjadi seolah berada di puncak yang sejuk dan penuh dengan bunga. Salsa menikmati perjalanannya pagi itu. Diego sudah menunggunya di sekretariat.
“Cerah banget hari ini kakak!” Salsa cemberut lantaran Diego menggodanya dengan panggilan kakak. Diego tertawa melihat reaksi Salsa.
“Jangan cemberut dong ah, nanti cantiknya luntur” Diego berusaha membujuk, Salsa hanya tersenyum mendengarnya. Tidak lama semua teman-temannya datang. Salsa langsung menjauh dari Diego agar tidak membuat Anggra cemburu.
Aska, sang fotografer organisasi datang dan diserbu saja oleh semua anggota organisasi. Mereka rebutan minta dijadikan objek potret Aska. Salsa diam saja, dia memang tidak terlalu narsis untuk difoto. Namun ketika semua sudah puas difoto, Diego tiba-tiba saja mengajak Salsa untuk foto bersama, berdua. Salsa tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan itu.
Usai acara di sekretariat, Salsa diajak pulang bareng oleh Diego yang kebetulan searah dengan tempat tinggalnya. Anehnya, Diego yang biasanya selalu bersama dua orang temannya, meminta temannya untuk duluan. Salsa jadi geer kalau Diego memang sengaja untuk berduaan dengannya. Mereka berdua begitu menikmati perjalanannya. Salsa sangat senang, Diego bercerita banyak tentang dirinya dan bertanya banyak tentang Salsa. Sepertinya memang hubungan ini akan berlanjut.
*                      *                      *

Lihatlah pelangi yang sengaja muncul direda hujan itu Ca, kamu tahu artinya? Artinya kita tidak boleh selalu bersedih. Karena keindahan itu akan ditampakkan setelah hujan itu berhenti. Jadi kamu tidak boleh selalu murung bahkan menangis. Kata-kata dari Sam sahabatnya sejak SMA itu terngiang-ngiang di telinga Salsa. Salsa kembali menghentakkan kakinya berkali-kali ke lantai. Dia kesal Diego sudah lima hari ini tidak ada kabar, padahal dia sudah menghubungi Diego terlebih dahulu, tetapi diego tidak pernah lagi membalas smsnya. Di sekretariat pun tidak pernah bertemu. Ada apa denganmu Go? Kenapa kau berubah? Kenapa sekarang menjauhiku? Salsa tidak habis pikir dengan sikap Diego. Padahal terakhir hubungan mereka baik-baik saja bahkan Salsa sangat bahagia ketika enam hari yang lalu bersama Diego. Salsa tidak menyangka kalau itu adalah rasa senang terakhir yang diberikan Diego padanya. Diego benar-benar menghilang dan tidak pernah memberinya kabar. Pernah Salsa bertanya kepada Anton di sekretariat perihal Diego, Anton hanya menjawab Diego sibuk dengan kuliahnya dan belum sempat mampir ke sekre. Salsa tentu tidak puas dengan jawaban Anton, tetapi untuk bertanya lebih jauh lagi, Salsa merasa gengsi.
Seminggu sudah Salsa penuh tanda tanya, dan hari ini kembali organisasi mengadakan acara. Salsa datang lebih pagi dari biasanya hanya untuk menunggu kedatangan Diego. Salsa benar-benar berharap hari ini Diego bisa datang dan mereka bisa berbicara.
Silih berganti anggota organisasi baik junior maupun senior sudah berdatangan, namun Diego dan kawan-kawannya belum juga tampak. Salsa jelas kecewa, ternyata Diego benar tidak akan datang, bahkan sampai acara sudah dimulai pun Diego tidak datang-datang juga meskipun Anton dan Lian temannya sudah datang. Salsa yang tadinya sibuk melihat ke arah pintu gerbang dengan penuh harap pun kini tidak lagi menoleh sedikitpun.
Di tengah-tengah acara Salsa merasa ingin ke belakang, Salsa kemudian mohon izin dan beranjak ke kamar kecil. Keluar dari kamar kecil, Salsa kaget mendapati Diego yang tengah berjalan menuju sekretariat, kenapa baru datang? Dia sudah telat sejam. Namun tidak ingin melepas kesempatan itu, kebetulan mereka hanya berdua di sana, Salsa langsung memanggil Diego, Diego menghampirinya.
“Ngapain di sini Sa? Kok nggak masuk?” Diego bertanya dengan gayanya yang santai.
“Kamu kenapa telat? Aku tadi abis dari kamar kecil”
“Ada keperluan bentar tadi, aku sudah minta izin kok sama panitia”
“Bisa kita ngomong bentar?”
“Kamu mau nanya apa?”
“Kenapa kamu nyuekin aku Go? Aku ada salah sama kamu?” Diego hanya diam dan menunduk, Salsa semakin heran dengan sikap Diego. Apakah Diego lagi ada masalah?
“Ayo Go, jawab! Kenapa kamu jahat sama aku?”
“Jahat?” Diego mengangkat wajahnya
“Iya, kamu deketin aku dan abis itu kamu ninggalin aku gitu aja. Padahal aku yakin kalau aku nggak punya salah sama kamu. Tapi kenapa Go? Kamu emang jahat! Kamu nggak punya hati!” Salsa tidak bisa mengontrol emosinya, Diego kembali menunduk, tidak dapat menjawab pertanyaan Salsa yang tak terduga.
“Maafin aku Sa, udah nyakitin kamu. That’s why I...”
“Apa? Kenapa? Karena kamu emang nggak pernah punya niat sama aku kan? Nyesel aku udah ngerusak hubungan aku sama dia tapi kamu juga gini sama aku!” Salsa sengaja tidak menyebut nama Anggra, tetapi Diego mengerti apa maksud Salsa.
“Aku nggak tau kalau semuanya akan jadi kayak gini, maaf kalau aku bikin hubungan kamu tidak sedekat dulu lagi dengan sahabatmu.” Diego lalu pergi, namun tidak jadi masuk ke gerbang sekretariat, Diego malah menuju parkiran dan kemudian melajukan motornya ngebut.
“Mati aja deh lo! Nyesel gue kenal sama lo!” Salsa berteriak sebelum Diego benar-benar menjauh. Diego mendengar jelas suara Salsa yang memang lantang itu menambah kecepatan laju motornya dan tak tahu arah. Salsa langsung kembali ke sekretariat dengan perasaan menyesal. Kenapa sih kamu Ca? Kenapa kasar banget sama Diego? Maafin aku Go
Setibanya di sekretariat dua orang teman Diego bertanya pada Salsa, apakah tadi bertemu di luar karena Diego tadi berkata akan sampai di sekretariat. Salsa jujur saja kalau memang tadi Diego ada tetapi balik lagi karena mereka sempat ribut. Anton dan Lian saling berpandangan sebelum akhirnya Anton angkat bicara.
“Ribut? Kalian ribut kenapa?”
“Ng... tadi, hm... eh, kamu tanya sendiri ya sama Diegonya, susah aku jelasinnya.” Salsa menjadi gugup karena merasa bersalah. Dua teman Diego hanya diam dan saling pandang. Ada sesuatu yang aneh dari pandangan mereka, entahlah, Salsa juga tidak mengerti.
*                      *                      *

Salsa membuka jendela kamarnya, menatap sendu pada aliran air hujan yang mulai menggenangi halaman. Angin berlari-lari menerpa wajah dan menerbangkan helaian rambutnya. Dadanya terasa sesak, Salsa memikirkan Diego dan pertengkarannya tadi pagi. Firasat buruk merasuki relung jiwanya, Salsa mencemaskan Diego yang sekarang entah di mana. Tidak terasa embun panas mengalir lembut menerpa pipi Salsa, kegundahannya mencair melalui kristal-kristal air matanya. Angin di luar semakin ribut, dan Salsa segera menutup jendela kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk kemudian membasuh mukanya, meluruhkan bekas luka di wajahnya agar tidak diketahui orang lain. kemudian Salsa berkutat degan laptopnya untuk menyelesaikan tugas.
Rrrrt... rrrt... hape Salsa bergetar, Anton meneleponnya. Serrrr, darah Salsa berdesir, dadanya berguncang hebat. Pukul 19.00, ada apa Anton meneleponnya jam segini?
“Hallo, ada apa Anton?”
“Kamu di mana Sa? Aku mau jemput kamu!”
“Ada apa Ton? Jangan bikin aku bingung!” Salsa langsung pucat, pikirannya langsung membayangkan hal yang buruk-buruk.
“Kamu tidak tahu? Nanti saja, kamu pasti akan tahu, ikut aku mau ya? Kujemput sekarang.” Tuuuut... tuut... telepon terputus. Salsa segera berlari menuju lemari, mengganti bajunya dan segera menyambar payung untuk segera keluar menunggu Anton. Begitu Anton datang, mereka langsung berangkat menerjang hujan. Tidak ada interaksi antara keduanya, hanya saling diam dan terhanyut dalam perasaan masing-masing.
“Rumah sakit? Anton? Diego.... dia?” Salsa bertanya panik.
“Masuk lah Sa, kamu akan tau apa yang terjadi” Salsa langsung berlari ke dalam, menerobos orang-orang yang terasa menghalanginya. Sampai di depan kamar perawatan Diego, Salsa mendapati sudah banyak teman-teman Diego yang menangis.
“Bisakah aku masuk?”
“Tunggulah sebentar, masih ada orang di dalam, tidak boleh masuk lebih dari satu.” Salsa terdiam, dihitungnya semua teman Diego, lengkap. Siapa yang di dalam? Apa iya orang tua Diego datang secepat itu? Tiba-tiba ada seorang perempuan yang dikenalnya keluar dari ruangan dengan wajah sudah sembab. Dia kaget begitu melihat Salsa ada di sana. Anggra.
“Anggra? Kamu bisa ada di sini? Kenapa kamu nggak kasih tau aku?” Salsa bertanya dengan sedikit emosi. Anggra hanya terus menangis. Salsa kemudian masuk ke dalam dan sudah mendapati Diego terbujur kaku dengan mata terbuka.
“Go, kamu kenapa?” Salsa berbicara dengan suara bergetar dan langsung meneteskan air mata. Diego hanya tersenyum getir pada Salsa.
“Go, aku minta maaf udah berkata kasar sama kamu, aku benar-benar minta maaf dan menyesal udah jahat sama kamu” Diego kembali tersenyum dan tidak bisa menjawab. Salsa semakin mendekat, digenggamnya tangan Diego dengan erat, mencoba memberi aliran kehidupan dalam cinta yang telah tumbuh dalam taman jiwanya.
“Aku sayang kamu Go, maaf aku nggak bisa boong, aku terlanjur terbiasa dekat denganmu, aku benar-benar mulai menyukaimu sejak kita mulai dekat.” Diego mengerjapkan matanya dan menggerakkan tangannya yang digenggam Salsa dengan maksud mengatakan hal yang sama, namun Salsa tidak mengerti maksudnya.
Tiba-tiba Diego kejang-kejang, Salsa panik, berteriak sekeras mungkin. Perawat masuk dan menyeret Salsa yang lepas kontrol keluar dengan paksa. Setiba di luar Salsa segera menuju Anggra untuk memeluknya, tetapi Anggra enggan. Anton dan Lian mendekatinya, mencoba menenangkan Salsa. Anggra menerawang, dia hanya ingin Salsa juga mengerti perasaannya. Bagaimanapun dia sangat menyayangi Diego, bagaimanapun dia sangat merasa takut kehilangan Diego, bukan hanya Salsa. Tidak peduli apakah Anton dan Lian sebagai sahabat terdekat Diego akan membencinya, tetapi itulah cintanya terhadap Diego yang merasukinya semenjak kenal Diego, sebelum Salsa menyukai Diego, bahkan semenjak Diego selalu mencuri-curi perhatian Salsa yang selalu mengacuhkannya. Anggra merasa benar dengan perasaannya. Jadi ia tidak perlu takut.
*                      *                      *

            Salsa kembali melipat surat berwarna merah jambu itu. Air matanya tak berhenti mengalir meski sudah menyembabkan matanya. Salsa menerawang, mengulang-ulang kalimat yang sudah puluhan kali dibacanya barusan. Haruskah dia menyalahkan dirinya? Tiba-tiba Salsa teringat Diego, di mana dia sekarang? Apakah dia kedinginan? Apakah dia merindukannya? Salsa kembali menghela nafas. Anggra benar, cinta tak pernah salah. Meski cinta telah membuatnya kehilangan dua orang yang disayanginya dan membuatnya harus cuti kuliah karena depresi berat yang membawanya ke rumah sakit jiwa. Salsa merasa kondisinya sudah sangat baik sekarang, Salsa sudah bisa berfikir jernih dan sudah ada keinginan untuk kembali kuliah.
Tiba-tiba pintu kamar melati itu terkuak, ada yang masuk. Salsa menoleh kemudian tersenyum, manis sekali senyuman itu. Kehadiran dua sosok itulah yang ditunggu-tunggunya dari tadi. Anton dan Lian sudah berjanji akan menjemput dan menemaninya ke pemakaman Diego.
“Surat apa itu Sa, eh Ca?” Anton tersenyum, berusaha menggoda Salsa.
“Anggra! Aku baru sempat membacanya. Kalau kalian mau tau, bukalah” Ujar Salsa sambil menyodorkan kertas merah jambu itu dan tak hentinya tersenyum.
... mungkin kamu benar sahabatku, aku adalah orang yang tidak terbuka. Tapi kamu harus menerima alasanku. Tidak lain adalah kamu! Kenapa aku tak pernah mau bilang tentang perasaan ini padamu. Karena kutau kamu sudah mulai menyukainya. Cinta tak pernah salah Ca, kitalah yang salah menyikapinya. Dan ini udah keputusanku, aku nggak sanggup bila terus lama-lama di sini. Karena kamu juga udah mulai membanciku kan? If you still love me, please dont cry when you remember about us dear. Aku akan kangen banget sama kamu, kalo jodoh, kita ketemu lagi ya....
Oya, cepet sembuh. :)
Alan kembali melipat rapi surat dari Anggra. Kemudian menatap sendu ke arah Salsa yang masih terlihat manis meski sekarang dalam kondisi kejiwaan yang terganggu dan badan yang kurang terurus, tetapi inner beautynya tetap terpancar. Tidak mau berlama-lama larut dalam keharuan, Lian mengingatkan bahwa mereka harus berangkat sekarang.

Continue reading

Jumat, 23 Desember 2011

Curcol seputar penyakit


Hari ini, (20 Desember 2011) semua tugas kuliahku sudah selesai kukerjakan. Plong rasanya hati ini semua beban akademik sudah selesai kulaksanakan. Tinggal menunggu hasil kerja kerasku yang selama saru semester ini kujalani. Mudah-mudahan hasilnya bisa memuaskan dan tidak mengecewakan.
Kupikir semua itu akan bisa membuatku merasa sangat lega, ternyata aku salah besar...
Aku masih harus melewati masa-masa berat di mana aku dalam keadaan sakit yang berbarengan dengan adik dan papaku. Tetapi aku memang harus mengalah, mama yang hanya satu-satunya yang sehat di rumah tidak mungkin bisa membagi perhatian seadil mungkin. Kuakui adik dan papaku membutuhkan perhatian lebih, terutama papa yang mengidap penyakit jantung koroner, tahu? Penyakit pembunuh nomor 1 di Indonesia. Sebenarnya papa sudah dua tahun mengidap penyakit itu, tetapi baru diketahui dua hari lalu dari dokter senior spesialis jantung. Selama ini papa ada memeriksakan kesehatannya pada dokter jantung, tetapi tidak ada yang benar-benar memberitahu analisanya, entah karena memang memikirkan papa atau karena memang tidak tahu? *oops
Hm... kembali ke keadaanku, sebenarnyakalo dilihat ini sepele, tapi tahu ga? Karena sekarang aku sudah tidak lagi ngapa-ngapain, sakit di punggungku makin menjadi-jadi. Ingin sekali aku memeriksakannya lebih lanjut, ingin aku meminta untuk di rotgent atau cek labor, tetapi ketika aku mengeluhkan sakitku pada mama, mama diam saja, tidak seperti biasanya yang merespon lebih.

Hm... ya, aku memang harus mengerti, seluruh pikiran mama lagi tertuju kepada kondisi papa. Bagaimana pun aku juga sangat menghawatirkan papa. Tapiiiii... INI TU SAKIT BGT lho. :’(



Continue reading

Rabu, 30 November 2011

Regret

aku berada pada level tertinggi penyesalanku... kalau ada 10 level fase penyesalan, aku berada pada level 10,5! sudah overdosis dan sudah melampaui batas.
sebenarnya tidak ada apa-apa antara aku dan mereka, aku yakin itu. tetapi seiring berjalannya waktu, (maaf, aku bukan menyalahkan waktu) komunikasi kami jadi berkurang, semakin jarang dan akhirnya tidak ada sama sekali.
kalian tau aku merasa apa?
aku tau aku sendiri sekarang meratap sepi dan menahan nyeri... tapi siapa yang peduli? karena mereka yang dulu menjadi bagian dariku telah hidup dengan jalannya masing-masing. kami tidak bermusuhan memang, tetapi lebih kepada tidak ada lagi kepedulian di antara kami. bahkan aku dan si "X" yang dulu mempunyai mimpi yang sama pun, kini hanya berjalan sendiri-sendiri...

aku menyesal!!!
aku menyesal telah melepas mereka dari hubungan pertemananku, aku menyesal baru merasakan penyesalan sekarang... aku baru merasa mereka berharga skarang! di saat aku sudah sendiri..

ini mutlak kesalahanku, aku tau aku selalu berbuat kesalahan...
maaf telah membiarkan kalian menjauhiku,
maaf telah membiarkan kalian cuek padaku,
aku kangen sama kalian... aku masih sayang sama kalian... :'(

Continue reading

Selasa, 29 November 2011

for yOu

‎"bermain dan menarilah ditepian danaumu,disela bunga berwarna terang yang tumbuh dengan keanggunan yang tak terbantahkan...malam ini kunang-kunang akan datang dengan sayap lentik dan pijar kecilnya yang berkelap-kelip.

Menyanyilah sebisamu. Jika kamu butuh suara untuk menemanimu,diamlah sejenak...pejamkan mata...lalu bayangkan bias lentera di perahu nelayan yang menggeliat-timbul-tenggelam,dibalik jatuhan cahya rembulan.Menyatulah bersama,resapi...betapa semua alam ingin bernyanyi untukmu...melengkapi kepingan makna,warna dan syair-syair yang terpotong...

Lalu...jika semua tenang telah kembali keperaduannya.Ingatlah,pada hujan kesekian...debu-debu akan menghilang dari wangi udara yang kamu hirup.Disaat kilat mereda,langit akan bersih dan membiru dengan sempurna.Pahamilah,bahwa Hujan itu adalah takdir,udara adalah waktu dan bernafas adalah pilihan..."

Lupakan tentang semua yang 'menggangu' diluar sana,karena yang terpenting adalah ruang kecil untuk diri sendiri...dan hati adalah tempat bersemayamnya notasi musikal dari denyut perasaan sejati...jaga dan asahlah ketajamannya.

[Terimakasih...Senang mengetahui keikhlasan hatimu,Kamu tetaplah yang terbaik,dan semoga selalu begitu...sampai nanti ^_^]

Continue reading

heum

Turn away,
If you could get me a drink of water
Cause my lips are chapped and faded
Call my Aunt Marie.
Help me gather all my things,
And bury me in all my favorite colors.
My sisters and my brothers still.
I will not kiss you.
Cause the hardest part of this is leaving you.

Now turn away.
Cause I'm awful just to see.
Cause all my hairs abandoned all my body
All my agony.
Know that I will never marry.
Baby, I'm just soggy from the chemo,
But counting down the days to go.

It just ain't living.
I just hope you know.
That if you say goodbye today.
I'd ask you to be true.

Cause the hardest part of this is leaving you.
Cause the hardest part of this is leaving you.

Continue reading

Jumat, 18 November 2011

Curcol dikit


Buat yang meninggalkan saya, terima kasih telah pernah menjadi bagian dari cerita...
Buat yang masih bertahan berteman dengan saya, terima kasih, dan kamu hebat...
Buat yang ingin/ baru dekat dengan saya, terima kasih, dan semoga tidak menyesal...
Intinya, TERIMA KASIH kepada semuanya... :)

maaf jika kecuekan, keegoisan, kepolosan, kekakuan, dan perlakuan tidak mengenakkanku membuat kita jauh...
_untuk 5 orang teman_
:'(

Continue reading