Kamis, 26 Mei 2011

Kebersamaan

 kebersamaan itu, tak terasa telah kita rajut 2 tahun lamanya... aku akui kebahagiaan dan kesedihan telah menjadi bagian hidupku ketika bersama kalian. membuat aku tegar di saat keterpurukan menerkamku, membuat aku tersenyum di saat ngilu di dadaku, membuat aku terbang dengan rayuan gombalmu, dan membuat aku merasa lebih berharga ketika kalian mengakui aku adalah sahabat terbaik kalian. meski tak jarang perselisihan dan keributan menghiasi kebersamaan kita, tetapi itulah yang namanya hidup. gak bakal asyik kalo ga ada konflik! semua pasti bisa kita lewati guys...
namun, kalian tahu, sekarang aku sungguh merasa kecewa. kebersamaan kita harus terasa pahit ketika perselisihan kuat terjadi seperti belakangan ini. aku gak sanggup melihat semuanya, seolah-olah semua yang kita bangun menjadi sia-sia hanya dengan keegoisan dan kekasaran hati masing-masing. tak ada yang mau mengalah, pada mau menang sendiri, berjalan sendiri-sendiri... tidakkah pernah terbayangkan bagaimana kisah kebersamaan yang dahulu dirajut???
kini... aku tak ingin lagi ada keributan, karena aku tak sanggup bila terus-terusan menjadi penonton tanpa bisa menjadi penengah di antara kalian. bathinku menderita temansss....


hanya satu, hanya satu yang aku ingin kalian tahu, aku sayang kalian... kalian semua, tanpa ada perbedaan.
kuberharap, kita bisa seperti dulu lagi... :)

Continue reading

Catatan Depresiku


Apa kalian pikir menjalani hidup sepertiku enak? Hidup berkecukupan tetapi selalu dicemooh orang itu sangat menyakitkan bagiku. Memang, awalnya aku menikmati saja sindiran dan tatapan aneh orang-orang sekitarku, tetapi makin lama jadi makin membuatku terganggu. Sampai terakhir kudengar ibu-ibu komplek itu menggossipkan aku sebagai ayam kampus yang benar-benar membuatku shock! Apa pekerjaanku sebagai penyiar malam itu hina? Memang, aku selalu pulang di atas jam 12 malam, kadang aku pulang pagi karena aku ambil dua shif sekaligus, atau lebih sederhananya tidak ada rekan yang mengantarkanku pulang.
            Aku terpaksa mengambil jalan seperti ini, jadi mahasiswa undangan yang mendapat beasiswa karena prestasi yang menurutku tak untuk dibanggakan karena masih jauh tertinggal dengan Negara tetangga yang sangat dibenci oleh masyarakat Negara ini, harus membiayai hidup sehari-hari sendiri karena di usir dari rumah, dan aku harus bekerja sebagai penyiar untuk itu.
            Kuliahku cukup padat, juga dengan tugas-tugas yang membludak tiap harinya, aku mengambil shif malam setiap harinya dengan gaji yang istimewa, karena aku membawakan program konsultasi psikologi remaja yang menjadi sajian favorit radio tempatku bekerja. Kadang di sela-sela siaran aku harus menyempatkan untuk membuat tugas dan kadang menghafal disaat ujian. Pulang pagi adalah solusi kedua selain diantar pulang oleh rekan penyiar laki-laki. Dan dua-duanya sangat tidak baik di mata para tetangga rumah kontrakanku. Padahal aku selalu memakai jilbabku setiap kali bepergian, apakah mereka tidak melihatnya sebagai pagar diriku? Atau mereka hanya menganggap itu kedok? Sungguh aku tak pernah kepikiran sampai ke sana.
            Teman-temanku di kampus pun tak jauh beda, mereka sering memergokiku pulang pagi dan terburu-buru berangkat ke kampus. Segala firasat negatif mengenaiku berkecamuk di pikiran mereka. Aku hanya pasrah, toh mereka tak lebih baik dariku, punya pacar yang pacarannya tak sehat. Beruntung aku yang belum laku, jadi tak ada tangan-tangan jahil yang menodai kulitku yang bersih dari dosa.
            Tak di tempat tinggal, tak di kampus, tak di rumah orang tua, aku selalu disisihkan, hanya dosen-dosen yang berpandangan objektiflah yang masih bisa bersikap baik padaku selain rekan kerjaku di radio.
            Pernah suatu ketika adik lelakiku meneleponku, memberitahukan kalau ayah sedang sakit, ingin sekali rasanya aku datang, tetapi mengingat wajah marah ibu yang masih memusuhiku, aku mengurungkan niat itu. Aku hanya menitipkan sedikit uang dan buah untuk ayah, tidak lupa doa yang tulus dari seorang anak untuk kesembuhan ayahnya, karena bagaimanapun aku menyayangi ayah, antara aku dan ayah memang tak ada masalah apa-apa, hanya ayah tak bisa menerima kedurhakaanku yang telah melawan pada ibu.
            Mengingat ibu, aku menjadi tambah semangat untuk segera menamatkan kuliahku di bidang kesastraan, dan aku bisa menjadi penulis yang terkenal, bahkan pengkritik sastra. Akan kutunjukkan aku bisa, akan kuperlihatkan hasil dari jerih payahku. Aku benar-benar emosi begitu mengingat ibu. Entah berapa banyak dosa besar yang menumpuk di buku catatan malaikat Atid, tetapi aku selalu berusaha untuk tidak peduli. Dengan tidak pernah meninggalkan shalat dan mengaji, kuharap dapat meringankan dosaku.
            Hari ini hari bersejarah bagiku, di mana aku di undang untuk menghadiri sebuah pertemuan dengan para penulis terkemuka di negeri ini, dan kalian tahu? Aku satu-satunya wakil dari kampusku, wakil dari daerahku, bahkan satu-satunya mahasiswa yang diundang, dan aku juga yang termuda yang hadir di sana. Kuberitahu adikku agar menghidupkan televisi chanel 2 tepat pukul delapan malam, di saat seluruh keluargaku berkumpul untuk menonton televisi bersama. Aku ingin ayah menonton, dan dengan bangga mengatakan itu anakku yang sangat membanggakan. Dan terutama aku ingin memperlihatkan pada ibu siapa aku.
            Acara itu berjalan lancar, ide-ideku bisa mereka terima. Aku bahkan diminta oleh seorang sutradara untuk memproduseri sebuah film. Betapa senangnya aku jika semua orang bisa menilaiku dari kemampuanku seperti itu. Tetapi tawaran produser itu tak lansung kuterima, karena aku masih mempertimbangkan kuliahku.
                                                *                      *                      *

            Tidak memerlukan waktu berfikir yang lama untukku akhirnya memutuskan menerima tawaran menggiurkan sutradara itu. Sudah kubayangkan bagaimana ketenaran memanggil-manggilku, uang banyak, ayah kembali menerimaku, dan ibu yang meminta maaf padaku. Oh… indahnya dunia kurasa, tidak memerlukan waktu lama untuk meniti karirku.
            Oh, ya aku hampir lupa, aku di usir jadinya dari rumah kontrakanku itu, tak masalah bagiku, dan tak lama aku menemukan rumah yang baru, kucari di daerah yang tidak jauh dari tempatku menyiar, biarlah kupilih jauh dari kampus, agar tak ada lagi obrolan miring tentang diriku, karena bagaimanapun aku tak bisa meninggalkan dunia siaran yang sudah melekat denganku, meskipun kini aku mendapatkan pekerjaan baru yang lebih terhormat di mata kebanyakan orang.
            Entah kenapa sekarang aku jadi gila kerja. Pagi kuliah, siang bekerja sebagai produser, dan malam menyiar, selesei menyiar aku membuat tugas, dan kalau masih ada waktu aku menyempatkan mengangsur novel yang sedang kukarang. Aku nyaris tidur rata-rata dua jam sehari, atau paling lama tiga jam. Aku tak pernah merasa capek apalagi mengantuk, karena aku minum vitamin yang kuketahui dari teman bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Memang benar-benar ajaib. Aku hampir tak pernah sakit dalam keadaan sibuk dan kurang istirahat seperti ini.
Sekarang aku sudah bisa beli rumah sendiri dan punya mobil sendiri, meskipun kreditan, tapi tak apalah, bisa membantu dan menemaniku kemana aku pergi, karena jadwalku saat ini mulai padat. Dengan kemampuanku membeli rumah sendiri tambah membuatku enggan untuk kembali ke rumah lagi, tetapi rasa kangen kepada ayah dan adikku tercinta, yang tak pernah menyalahkanku, yang tak oernah menentangku seolah-olah memanggilku.
            Tak pernah kusangka sebelumnya, adikku datang ke rumahku, memberitahu kalau ayah ingin bertemu, itu benar-benar kejutan yang luar biasa. Segera kupeluk adikku satu-satunya itu, kuajak dia menginap semalam di rumahku, dan karena aku baru saja menerima gaji, kuajak dia jalan-jalan seharian itu, kubelikan bermacam-macam barang yang pasti sangat diingininya dan takka pernah dapat dibelikan ayah dan ibu. Kulihat hari itu dia benar-benar bahagia, berkali-kali dia mengucapkan terima kasih dan rasa sayangnya padaku. Tetapi siapa sangka, kalau ternyata itu hari bahagia adikku yang terakhir, saat diperjalanan pulang, aku mendapat telepon dari temanku dan kami sempat bertengkar di telepon, hingga akhirnya kami mengalami kecelakaan, dan… adikku meninggal di tempat. Sedangkan aku hanya mengalami luka-luka yang cukup parah, tetapi anehnya aku tak merasa sakit, sekali lagi aku merasa pengaruh vitamin yang ku konsumsi itu benar-benar dahsyat.
Tiada keberanianku menelepon ke rumah, karena mengingat ayah yang jantungan, ibu yang pasti akan menuntutku ke polisi, dan kakak yang pasti langsung membunuhku. Tetapi aku harus memberitahu mereka. Aku meminta bantuan suster untuk menghubungi kakakku, setelah yakin semuanya beres dan keluarga akan datang, aku langsung kabur dari rumah sakit itu.
Tak tahu lagi harus bagaimana, aku benar-benar takut dan merasa bersalah. Aku berjalan kemanapun kakiku melangkah, hingga pada akhirnya aku berhenti di sebuah warung, yang pada malam itu sudah hampir tutup. Aku butuh minum karena aku memang belum minum dari keterkejutanku beberapa waktu lalu. Tanpa kuketahui, ada seseorang yang membuntutiku dari tadi. Ketika aku kembali melanjutkan perjalananku, dia menerkamku dari belakang, aku berontak sekuat tenaga, aku takkan biarkan dia melakukan hal terburuk yang tak pernah kumimpikan sebelumnya.
Tiba-tiba kakakku datang membantuku, entah darimana datangnya, yang jelas aku lega karena aku yang dalam keadaan terluka nyaris kehabisan tenaga. Aku langsung dibawa ke rumah sakit. Di perjalanan aku teringat-ingat wajah ayah yang pasti sangat terluka, dan wajah ibu. Aku jadi teringat pertengkaranku dengan ibu, karena menghianati ayah dengan seorang pria kaya, mantan pacarnya. Aku bertengkar hebat dengan ibu, dan akhirnya ayah yang tidak tahu apa-apa sebab pertengkaran kami, ingin menyelamatkanku dari pendurhakaan, menyuruhku untuk pergi saja, dan aku mengartikan itu sebagai sebuah pengusiran.
Tiba di rumah sakit aku tak menemui ayah ataupun ibu, kata kakak mereka beserta jenazah adikku tadi sudah berangkat ke kampung, sedangkan kakakku disuruh mencariku, karena aku dalam keadaan terluka dan habis tenaga, kakak membawaku ke rumah sakit. Besok pagi sebelum jenazah adikkku dimakamkan baru kami balik ke rumah katanya, aku menurut saja. Dalam hati aku masih belum tahu bagaimana harus bersikap kepada keluargaku di depan jenazah adikku satu-satunya yang amat kusayangi itu besok.
                                    *                      *                      *

Kepalaku terasa berat dan semua badanku terasa sakit tak tertahankan ketika pagi itu kakak membangunkanku mengajakku pulang. Aku ingin sekali mengantarkan jenazah adikku ke tempat peristirahatan terakhirnya, tetapi aku merasa tidak sanggup dan akhirnya kakak pergi meninggalkanku. Aku menangis. Mengapa sekarang semua efek kuat dari vitamin yang selama ini kukonsumsi sudah tidak ada lagi? Atau karena aku belum meminumnya? Astaga! Kurasa aku kecanduan.
Pagi itu dokter masuk untuk memeriksaku, kupikir ini kesempatan bagiku bertanya-tanya. Ternyata, selain luka-luka akibatkecelakaan itu, aku over dosis. Seluruh tulangku terasa kaku, nafasku tersenggal-senggal, dan air mataku mengalir. Tidak percaya dengan kenyataan ini. Hidupku telah rusak. Spontan aku merasa takut ajalku datang.
                                    *                      *                      *

Ketika kubuka mata, semua telah berkumpul mengelilingi tempat tidurku. Ayah masih dengan mata sembabnya. Ibu juga kulihat sedih, entah karena adikku, atau menyedihkan keadaanku? Ada Ratna, teman siaranku juga di sini, entah tahu darimana, yang jelas dia membawa berita buruk. Sepucuk surat pemberhentian dari radio. Dengan alas an mereka tidak bisa mempertahankan orang yang terlibat obat-obatan. Aku pasrah. Meski kuyakin sekarang pihak kampus mungkin juga sudah mempersiapkan surat yang sama. Kurasakan hidupku benar-benar hancur sekarang. Kehilangan pekerjaan, dikeluarkan dari kampus, mobil yang kubeli dengan uangku sendiri hancur, keluarga yang sudah tak harmonis lagi, dan dosa besar yang menghantuiku. Entah sampai kapan aku harus berbaring di sini dan menyelesaikan semuanya, karena kurasa aku memang harus bertanggung jawab atas semuanya.

Continue reading