Kamis, 30 Oktober 2014

Perkenalan

Recount

“Kreeeeeek!” suara pintu memanja, seperti menunjukkan bahwa sudah lama ia dibiarkan, tak pernah dibuka dan disentuh. Ketika seluruh ruangan sudah tampak dari luar, beberapa jaring-jaring halus melambai-lambai menyambut kedatangan tamu yang mungkin sudah lama dinanti-nantinya. Beberapa ekor laba-laba kecil tersenyum malu, dibarengi debu-debu yang menempel di dinding-dinding ruangan yang minta dimandikan.
“Sudah berapa lama kamar ini tidak ada orangnya?”
“Kira-kira, sejak Nika wisuda tujuh bulan lalu, belum lagi ada mahasiswi baru yang datang kemari.” Suara ibu pemilik kamar itu penuh harap.
Wajah ragunya menatap laki-laki yang mematung di bawah sarang laba-laba meminta persetujuan. Ia sepertinya enggan, tetapi kasihan dengan ibu berbadan kurus itu.
“Begini saja, Bu, kami sudah lihat kamarnya, sudah tahu juga tarifnya, kami bicarakan lagi dengan orang tua kami, nanti kami balik lagi ke sini.” Ibu tua itu hanya mengangguk ragu, sepertinya ia tampak sedih.
Keduanya kemudian berjalan menjauhi kamar paviliun yang jika dilihat dari luar tampak mewah itu.
“Kamu ragunya kenapa?”
“Kamarnya sih mungkin bagus, kalau diberesin. Tapi masak kita yang bersihin kamarnya? Ibu itu dong A!” lelaki itu tertawa.
“Kamu ini! Ya jelas ibu itu lah yang bersihin kamarnya, tapi nunggu kita setuju dulu, ntar kalo udah tau kamu mau nempatinnya kapan, bakal dibersihin juga kok sama ibu itu.”
“Kira-kira tempatnya beneran bagus ga A?”
“Nika itu kan kakak senior temanku, katanya Nika betah kok di sana. Ibunya juga ngga cerewet kaya ibu-ibu pemilik kosan biasanya.”
“Jadi menurutmu, aku ambil aja?”
“Udah, kita tanya sama ibu dulu.”
Begitulah mulanya Dewanda yang pindahan dari salah satu universitas di Bandung itu memilih tinggal di salah satu kamar di kota kecil ini. Kepindahan yang awalnya sangat ditentangnya itu pun membawanya masuk ke kehidupan –yang katanya aneh– mahasiswa di kota kecil ini.
Kami diperkenalkan saudaranya ketika tidak sengaja bertemu di GOR, tempat banyaknya warga kota ini berolah raga pagi (mulai dari jogging, senam, atau sekedar bersepeda). Gadis yang ketika perkenalan pertama itu sangat teliti menatapku dari ujung kepala sampai ujung sepatu olah ragaku itu, jujur kuakui, kurang kusukai. Meski ketika itu aku maklum, dia yang dari kota besar ketemu dengnaku yang anak kampung, mungkin agak risih dengan penampilanku.
“Kok bisa temenan sih, A?” katanya ketika itu pada saudaranya.
“Teman kan bisa kita temui di mana aja, De, dan kebetulan kita punya hobi yang sama, jadi ya… nyambung aja temenan.” Aku hanya senyum-senyum saja mendengarnya. “Dan, kamu bisa belajar banyak dari dia mengenai adat dan kebiasaan orang di sini, biar ngga salah gaul.” Aku tahu betul, gadis yang sangat modis itu sangat enggan dekat denganku, tetapi saudaranya tahu, keterpaksaan membuatnya takkan bisa menolak. Sekarang, jangan tanya seberapa manjanya gadis itu padaku, bahkan menyamakan kemanjaannya kepada saudaranya.
*
Kenapa dia harus pindah ke kota ini dan meninggalkan kampus, teman, serta gaya hidupnya di sana? Ketika itu aku cukup terkejut mendengar cerita Dewangsa bahwa mereka adalah saudara kembar identik. Kupikir, kembar identik awalnya adalah isilah untuk dua orang yang berwajah sangat mirip saja, ternyata bagi mereka adalah kembar yang tidak bisa dipisahkan.
“Wanda sering sakit di sana, bahkan ibu justru lebih sering di sana ketimbang nemenin ayah. Sebenarnya dari kecil kami emang ngga pernah dipisahin. Lulus SMA, dia lulus PMDK di sana tapi aku nggak. Pas ujian SNMPTN aku ngambil di sana satu dan di sini satu, eh.. malah lulus pilihan yang di sini. Makanya kami pisah. Awalnya sih ibu emang udah ragu ngizinin kami kuliah di kampus pilihan masing-masing, tapi si Wanda kan pinter ngomong, jadi dia berhasil ngebujuk ibu. Dan, baru hari kedua di sana, dia udah masuk rumah sakit.”
Mendengar cerita Wangsa, aku baru mengerti kenapa ia sangat memanjakan dan memprioritaskan saudaranya dari apapun. Sumpah! Siapapun yang tahu bagaimana Wangsa menyikapi saudaranya, bakalan iri.
“Dia maksa banget aku yang harus pindah ke sana, bukan dia yang pindah ke sini, ketika ibu sama ayah bilang kami harus satu kota lagi. Tapi aku punya alasan kuat kenapa kita lebih baik tinggalnya di sini aja. (waktu itu Wangsa terikat kontrak dengan salah satu daerah sebagai atlet bayaran). Akhirnya, dia mau nggak mau pindah ke sini, meski akhirnya cuma diterima di kampus swasta.”
Obrolan sore itu akhirnya memberikan satu kesimpulan, ternyata Wangsa bercerita panjang lebar demi untuk membujukku mau menemani dan mengenalkan apa-apa yang harus diketahui saudaranya selama tinggal di kota ini. Ia tidak mau saudaranya salah gaul dan tidak disukai oleh masyarakat kota ini yang katanya, adat basandi syaraknya masih sangat kental.
Aku yang akhirnya mendekatkan diri pada Dewanda. Meskipun sebenarnya Wandalah yang membutuhkan aku, tetapi sebagai tuan rumah, aku rasa aku yang harus agresif. Aku masih ingat, sore itu Wangsa menjemputku untuk datang ke kontrakan Wanda.
“Bawa baju, ya. Nginaplah semalam, di sana.” Aku mengiyakan saja permintaan sahabatku kala itu.
Mungkin sudah mendapatkan suntikan dari Wangsa, Wanda sore itu tampak lebih sopan padaku. Ia tampak berusaha menunjukkan bahwa ia memang butuh aku, satu-satunya teman yang baru ia punya setibanya ia di kota ini.
Panjangnya obrolan kami dari sore hingga malam itu, akhirnya mencairkan kekakuan hubunganku dengan Wanda. Ia yang memang cerewet, mengimbangi aku yang sedikit pendiam (eehmmm). Dan tanpa terasa, Wanda yang memang manja itu sudah seperti adik sendiri bagiku hari itu.
“Teteh, makasih ya.. udah nunjukin kalo A Wangsa emang ngga salah pilih sahabat. Ternyata teteh menyenangkan.” Hahaha… aku tertawa saja menanggapi kalimatnya itu.


*Ini adalah recount dari catatan harian yang ditulis Dewanda, dan menantangku untuk menulis versiku sendiri. ^_^ #RecountWandaPart1

Continue reading

Minggu, 19 Oktober 2014

Happy Birthday Malaikat Hidupku

Hari ini 54 tahun sudah usianya, perempuan yang sudah semakin banyak garis keriput di wajahnya itu tersenyum-senyum di benakku. senyuman yang kadang sering aku sepelekan, dan sering aku lupa bahwa dengan senyum itu aku dikuatkan.
Sudah setengah abad lebih usianya, sudah pasti tubuhnya yang sedang dihinggapi penyakit itu harus banyak dapat perhatian dariku. Sering, sering sekali beliau menelepon hanya untuk menanyakan "Kapan pulang nak?" dan tak jarang aku menjadikan ‘sibuk’ sebagai alasan menunda kepulangan (meskipun beberapa bulan belakangan sudah kuusahakan untuk lebih sering pulang untuknya).
Teringat pula olehku bagaimana dulu aku menyesali, dan terlalu lama bangkit dari penyesalan itu karena cita-citaku yang tidak tersampaikan karena alasan tidak mungkin meninggalkannya. Iya, di satu sisi aku sangat terobsesi untuk mengejar impianku, tetapi di sisi lain aku sepertinya harus banting stir (tidak boleh mengubur dalam impian dan tidak melakukan apa-apa) untuk tidak lagi mengejar impianku itu. Aku tahu betul, hanya aku anak mama (meskipun aku masih punya adik) yang tinggal dekat dengannya. Dalam kondisi kesehatan mama dan papa (bahkan adikku juga) aku sungguh sangat tidak mungkin pergi meninggalkan kota ini untuk terikat di kota lain dan jarang pulang.
Dulu, dulu sekali. Aku sempat membenci kondisi ini. Kondisi aku yang harus mengalah. Dulu, dulu sekali, aku pernah berpikir untuk hanya akan di rumah saja, tidak akan masuk kuliah lagi (mungkin bisalah ya, aku ber’modus’ menjadikan ini alasan kenapa aku terlambat selesai, hehe), sebagai wujud protesku. Dan Alhamdulillah aku telah menyesali itu sekarang, sangat amat menyesal.
Meski sedikit menyayangkan, tetapi aku bersyukur sudah diberi hidayah oleh Allah. Selagi aku masih menjadi tanggung jawab orang tua, lading amal dan jalan menuju surga sangat dekat kalau aku bisa menjaga dan menyenangkan hati orang tuaku. Meski, masih sangat jauh dari sempurna, setidaknya aku sudah berusaha menjadi anak yang baik, hehee.
Ma… selamat hari lahir, semoga Allah senantiasa bersama, semoga janji Allah untuk hambanya yang bersabar dengan sakitnya membawa mama menuju surga, semoga tetap diberi kekuatan, diberi umur yang panjang, semoga dilapangkan rezkinya, semoga tetap dan semakin romantis dengan papa (cieeee), semoga semakin baik dan baik lagi ibadahnya, jadi kita bisa lebih hangat lagi sharingnya, dan semoga mama cepat dikasih menantu yang soleh ya #IniApaSihAbaikanSaja
I love you ma… -dari anak super unik, baik, manis, dan benar-benar meyenangkan hahaha


Continue reading

Rabu, 15 Oktober 2014

Kembalilah Ex

kau tau bagaimana rasanya dikejar-kejar, diburu-buru, dan diincar-incar?
takut? khawatir? cemas? seperti ingin menangis?
mungkin kira-kira seperti itu, atau bahkan lebih dari itu..
kau bahkan rasanya ingin segera menghilang dari dunia ini
agar kau bisa lari dari semua yang menautkanmu

...
sore itu, kelas kuliah heboh sekali, sebenarnya perkuliahan sampai pukul 15.30 sore itu, tetapi dosen keluar lebih cepat. jadi ketua kelas mengambil alih kelas untuk berdiskusi (ada proyek kelas yang harus kami laporkan kepada dosen keesokan harinya, dan hari itu belum kelar, jadi harus didiskusikan). karena dosen tidak ada, jadilah kehebohan di sana sini, ada yang mengobrol-ngobrol, menonton, menelepon, main game, tetapi masih ada yang ingin ikut berpartisipasi dalam diskusi-salah satunya aku-(ini bukan pencitraan loh).
saat masih berlangsung diskusi, beberapa temanku keluar kelas, sekitar 5-7 orang. aku yang memang tak begitu ingin peduli dan ikut campur urusan orang membiarkan mereka pergi, meski ketua kelas tampaknya agak kesal dengan mereka. selang beberapa menit, (aku tidak sadar ternyata beberapa dari mereka sudah kembali ke kelas) salah seorang dari mereka yang keluar memanggilku.
"Kamu sini bentar deh." aku agak ragu mendekatinya, bukannya apa, takut ketua kelas marah anggota kelasnya pada ngerumpi. tapi karena penasaran, aku ikuti ia yang memanggilku.
"Kenapa?"
"Temanmu si Ex mana?"
"Aku nggak tau, dari tadi ku sms tak dibalas" (maafkan aku harus berbohong demi menyelamatkannya)
"Kamu tau kan tadi aku keluar, aku niatnya bukan mau main-main, tapi mau cari kabel, eh taunya di luar ada orang yang nyariin si Ex."
Deg! jantungku langsung berhenti berdetak beberapa saat mendengarnya. bagaimana ini?
"Siapa?" tanyaku dengan ekspresi wajah yang kubuat sepolos dan seheran mungkin.
"Temannya dulu, katanya dia mau nagih sama si Ex. kamu beneran nggak tau Ex di mana?"
"Aku sih positive thinking aja kalau hape si Ex kehabisan batre. sms terakhirku nggak dbalasnya. memangnya mereka siapa? ada apa nyariin si Ex?"
diceritakannyalah oleh temanku itu apa yang dia ketahui dan dengar. aku sama sekali asing dengan berita itu, Ex yang kukenal tidak seperti itu, Ex yang selama ini bercerita kesusahan hidupnya, tidak pernah bercerita seperti yang kudengar sore itu. jantungku benar-benar gelisa setelah mendengarnya.
"Kamu harus dengar sendiri dari Xya, biar kupanggil dia." akhirnya Xya yang masih menunggu di luar kelas dengan beberapa teman sekelasku yang lain masuk.
aku tanya semua yang kudengar barusan, dia ceritakan kenapa dia mencari-cari si Ex. antara percaya dan tidak percaya, aku benar-benar gemetar sore itu.
entahlah, aku ikutan takut, khawatir, cemas, dan juga ingin menangis.
bagaimanapun juga masa lalu Ex yang belum setahun kukenal itu adalah temanku. aku ikut merasakan amburadul rasa takut dalam dirinya. tapi aku juga tidak tahu harus bagaimana, karena di satu sisi, aku merasa telah dibohongi si Ex tentang cerita yang barusan kudengar.

*Ex, masalah tidak akan selesai kalau kamu tetap lari dan menghindar. meskipun Xya yang dulu adalah teman akrabmu itu sekarang sudah bawa-bawa bodyguard untuk mendapatkanmu, tetapi kamu memang harus menghadapi dan bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan. kalau saja kamu menceritakannya padaku sejak awal, aku pasti akan berusaha mencari bantuan untukmu.
aku tahu rasamu, meski tidak bisa apa-apa untukmu saat ini, aku mendoakanmu selalu dilindungi oleh Nya, kembalilah Ex.

Continue reading

Kamis, 09 Oktober 2014

Mulai banyak hal-hal yang mengundang konflik belakangan terjadi.
Teriakan, muka masam, air mata, terkadang sindiran, mulai akrab ditemui.
Tidak perlu mencari siapa yg benar dan siapa yg salah,
Mungkin memang kurangnya komunikasi dan keinginan memahami sesama yg memancing.
Atau mungkin kita sama2 lelah?

ya, entah kapan hal-hal tersebut bermulanya. aku sendiri bahkan lupa, kapan terkahir kalinya kita tertawa bersama, memperlihatkan raut wajah bahagia bersama dalam ruangan.
seringkali aku -yang memang lebih sering memilih diam di antara kita- mendengar bisikan-bisikan yang tidak enak didengar. membicarakan kekesalan pada si A lah, si B lah, bahkan sampai membicarakan keburukan.
terakhir, yah... bahkan sampai 'ribut' itu terjadi. mungkin sudah akan meledak kalau tidak dikeluarkan. tapi, yaaa setidaknya lingkungan yang aku inginkan tidak seperti ini, jadi tidak nyaman dan saling banyak kecurigaan.
apa mungkin karena kita menganggap beban berat, sebuah deadline yang belum bisa kita selesaikan?
tidak bisakah kita yang menyebut diri kita dewasa, menahan diri untuk tidak bertingkah kekanakan?
oke, kalau kita memang sama-sama lelah, istirahatlah...
sepertinya kita memang butuh untuk tidak saling bertemu dulu beberapa hari ini.

Continue reading

Rabu, 01 Oktober 2014

Welcome October?

Welcome Oktober? Aku terhenyak (gak sampai jatuh sih) pas gitu baca status temen2 di sosmed2. “Udah Oktober aja ya?” pikirku, padahal baru kemarin rasanya ketemu sama bulan satu ini (ehm…) dan entah kenapa rasanya makin ser…ser… ketemu bulan ini. Hiks :’(
Seneng, bangga, takut, khawatir, malu, plus rasa-rasa lainnya nyampur kek gado-gado (Cuma ga enak dimakan aja sih)
Oke, sebentar lagi aku bakal nambah dewasa dong yaaaa…hahaha (senyum ala-ala raksasa) dan kayak yang aku baca di sosmed2 juga, temen2 pada make a wish untuk Oktober ini, jadiiii aku ikutan ah J
Semoga, si angka d** p**** dan angka ***a ini yang membawa kedewasaanku lebih matang lagi (aamiin), semoga cita-cita muliaku, ingin membahagiakan dan membanggakan orang tua segera bisa terlaksana (aamiin),semoga aku bertemu dengan ujung dari penantian dan pencarian ini (aamiin), semoga bisa melewati segala macam bentuk permainan hidup (aamiin), semoga menjadi adik dan kakak yang baik bagi saudara-saudaraku (aamiin), semoga menjadii teman dan sahabat yang baik dan lebih sabar lagi menghadapi mereka yang bandel-bandel :p (aamiin), dan, yang terakhir, yang paling penting, sebagai calon istri dan ibu, semoga pembelajaranku untuk lebih memantaskan diri diridhai Allah, dimudahkan jalannya, dan semoga segera menemukan jodoh yang Allah siapkan yang terbaik untukku (aamiin, aamiin ya rabb) J

 inilah harapanku di bulan ini... kalo kamu???

Continue reading