Tirta duduk melamun di depan jendela kamarnya. Bunyi
petir bernyanyi liar menggema di sudut ruangan, bulir-bulir tangis awan
membasahi bumi. Melalui tetes-tetes air yang jatuh dari atap rumah, Tirta
menembus jalanan yang basah, menerawang jauh menerobos padang yang basah oleh hujan, melewati
genangan-genangan air, merasakan betapa hangatnya suasana rumahnya saat itu. Hujan
deras yang mengguyur halaman...
Rabu, 28 September 2011
Senin, 19 September 2011
SEBINGKAI SURAT UNTUK KAKAK
Kutahan amarah kala itu, sebelum
subuh menjelang ia memecahkan keheningan gubuk terindahku. Merinding bulu
romaku, naik nafsu amarahku, memanas telingaku. Benar-benar memuakkan kalimat
kasarnya itu terdengar. Aku benar-benar
tak mengerti mengapa seorang Anton begitu tega berkata-kata kasar kepada ibunya
sendiri hanya gara-gara...
Langganan:
Postingan (Atom)