Kamis, 04 September 2014

#JikaAkuMenjadi Part 1

#JikaAkuMenjadi

Hari ini kami ke perpustakaan lumayan pagi sih.. yaa, gegara ada tugas mencari judul penelitian buat kuliah perdana kami, jadilah kami berbondong-bondong ke perpustakaan kampus. Aku datang lumayan pagi sih, karena ketika mengisi daftar pengunjung, namaku ada pada urutan nomor dua (teman-temanku pada belum datang). Nah.. kebetulan sepi, aku dengan leluasa mencari-cari tesis di rak tesis jurusanku (kalau udah ramai, biasanya tesis yang aku cari suka nggak ketemu, karena udah ada yang ngambil duluan, hiks..)
Alhasil, aku masih asik dengan bacaan tesisku, datang salah seorang temanku
“Hai.. udah lama?”
“Hai.. udah, lumayan lah kak.”
“Iya, tadi kakak liat namamu di urutan nomor 2 daftar pengunjung.” Aku tersenyum saja menanggapinya, kemudian melanjutkan bacaanku, tanpa peduli lagi dengan lingkungan. Tidak lama kemudian, teman-teman kelasku semakin banyak yang datang.
“Serius amat sih” aku hanya tersenyum mendengar kalimat ‘gangguan’ itu. Sungguh, bukannya aku sok rajin atau ingin terlihat demikian, tetapi aku harus mempersiapkan diri untuk kuliah nanti. Gilak! Ini profesor ** lhooo… yakinnya, profesor yang sangat perfeksionis (di mataku) itu pasti bakal nanya2 soal judulku. Mulai dari kenapa milih itu, gimana dengan metodenya, gimana gambarannya pelaksanaannya, and bla bla bla. Aah, jelas aku tak ingin terlihat bodoh. Makanya aku ingin serius mempersiapkan diri.
Tiba-tiba…
“Eh, itu, yang berempat itu! Hape udah ditinggal? Hape, hape?” aku mendengar suara yang lumayan tidak mengenakkan di telingaku. Aku menoleh kepada perempuan yang sudah mulai menua itu, ia berkacak pinggang sambil menunjuk empat orang anak yang terlihat kebingungan.
“Hape, hape, jangan di bawa ke dalam”. Aku menoleh ke perempuan tua itu, kemudian beralih melihat ke arah empat anak tadi, mereka masih tetap dengan wajah kebingungannya.
“Kalau mau masuk, baca dulu lah! Itu ada di dinding, nggak boleh bawa hape ke dalam!” sepertinya ia geram, karena empat anak tadi masih terdiam melongo, tapi aku mendengar salah satu dari keempat tadi berkata pelan kepada temannya.
“Hape aku dalam tas lo” temannya menyahut “Aku juga, aku ninggalin hapeku dalam tas kok”
“Kami nggak bawa hape kok buk.” Kemudian salah seorang yang terlihat paling kecil di antara keempat anak tadi berkata agak keras.
“Gimana sih? Bingung2 begok semua, nggak denger apa?” kemudian omelan panjang dan tidak mengenakkan itu mulai memuakkan di telingaku.
Ketika baru beberapa saat mulai membaca, aku mendengar sebuah nada hape berbunyi, mirip sih dengan nada hapeku, tetapi karena nada itu adalah nada yang umum untuk merk hape yang kupakai, ditambah lagi aku malas bangkit, aku acuh saja. Tetapi ternyata hape itu terus berdering. Aku mulai terganggu dan merasa tidak enak. Aku berdiri dan mengambil hapeku di tempat penitipan hape, tepat di depan si ibu tadi duduk.
“Hape kamu? Kok dibiarin aja mengganggu orang? ini perpus, bukan pasar.”
Deg… jantungku berdetak cepat, ia terpacu begitu mendengar kalimat pedas itu. Tidak hanya kalimatnya, intonasi suara dan mimik wajah yang tidak mengenakkan itulah yang membuat jantungku berontak.
“Maaf, Bu.” Hanya itu yang kuucapkan.
Terpikir olehku, obrolan dengan seorang temaku beberapa hari lalu, mengenai petugas perpustakaan, bagaimana pengalaman masing-masing dengan petugas perpustakaan, bagaimana pendapat kami tentang petugas perpustakaan, dan bagaimana keinginan kami terhadap mereka.
#JikaAkuMenjadi Petugas Perpustakaan, maka aku akan mencintai pekerjaanku itu seperti aku mencintai buku-buku (karena emang seharusnya petugas perpustakaan mencintai buku, kan?), melayani dengan hati, memberi bantuan dengan sebisa yang aku mampu, memberi senyuman, dan bekerja dengan seikhlasnya. Karena, ya… (ga usah berbicara pahala atau etika) minimal, mereka dapat uang kan dari pekerjaan sebagai petugas perpustakaan, sudah sepantasnya bekerjalah sewajarnya dan semaksimal yang dimampui.



Share:

1 komentar: