#JikaAkuMenjadi
Hari ini kami ke
perpustakaan lumayan pagi sih.. yaa, gegara ada tugas mencari judul penelitian
buat kuliah perdana kami, jadilah kami berbondong-bondong ke perpustakaan
kampus. Aku datang lumayan pagi sih, karena ketika mengisi daftar pengunjung,
namaku ada pada urutan nomor dua (teman-temanku pada belum datang). Nah..
kebetulan sepi, aku dengan leluasa mencari-cari tesis di rak tesis jurusanku (kalau
udah ramai, biasanya tesis yang aku cari suka nggak ketemu, karena udah ada
yang ngambil duluan, hiks..)
Alhasil, aku
masih asik dengan bacaan tesisku, datang salah seorang temanku
“Hai.. udah
lama?”
“Hai.. udah,
lumayan lah kak.”
“Iya, tadi
kakak liat namamu di urutan nomor 2 daftar pengunjung.” Aku tersenyum saja
menanggapinya, kemudian melanjutkan bacaanku, tanpa peduli lagi dengan
lingkungan. Tidak lama kemudian, teman-teman kelasku semakin banyak yang datang.
“Serius amat
sih” aku hanya tersenyum mendengar kalimat ‘gangguan’ itu. Sungguh, bukannya
aku sok rajin atau ingin terlihat demikian, tetapi aku harus mempersiapkan diri
untuk kuliah nanti. Gilak! Ini profesor ** lhooo… yakinnya, profesor yang
sangat perfeksionis (di mataku) itu pasti bakal nanya2 soal judulku. Mulai dari
kenapa milih itu, gimana dengan metodenya, gimana gambarannya pelaksanaannya,
and bla bla bla. Aah, jelas aku tak ingin terlihat bodoh. Makanya aku ingin
serius mempersiapkan diri.
Tiba-tiba…
“Eh, itu, yang
berempat itu! Hape udah ditinggal? Hape, hape?” aku mendengar suara yang
lumayan tidak mengenakkan di telingaku. Aku menoleh kepada perempuan yang sudah
mulai menua itu, ia berkacak pinggang sambil menunjuk empat orang anak yang
terlihat kebingungan.
“Hape, hape,
jangan di bawa ke dalam”. Aku menoleh ke perempuan tua itu, kemudian beralih
melihat ke arah empat anak tadi, mereka masih tetap dengan wajah
kebingungannya.
“Kalau mau
masuk, baca dulu lah! Itu ada di dinding, nggak boleh bawa hape ke dalam!”
sepertinya ia geram, karena empat anak tadi masih terdiam melongo, tapi aku
mendengar salah satu dari keempat tadi berkata pelan kepada temannya.
“Hape aku
dalam tas lo” temannya menyahut “Aku juga, aku ninggalin hapeku dalam tas kok”
“Kami nggak
bawa hape kok buk.” Kemudian salah seorang yang terlihat paling kecil di antara
keempat anak tadi berkata agak keras.
“Gimana sih? Bingung2
begok semua, nggak denger apa?” kemudian omelan panjang dan tidak mengenakkan
itu mulai memuakkan di telingaku.
Ketika baru
beberapa saat mulai membaca, aku mendengar sebuah nada hape berbunyi, mirip sih
dengan nada hapeku, tetapi karena nada itu adalah nada yang umum untuk merk
hape yang kupakai, ditambah lagi aku malas bangkit, aku acuh saja. Tetapi ternyata
hape itu terus berdering. Aku mulai terganggu dan merasa tidak enak. Aku berdiri
dan mengambil hapeku di tempat penitipan hape, tepat di depan si ibu tadi
duduk.
“Hape kamu? Kok
dibiarin aja mengganggu orang? ini perpus, bukan pasar.”
Deg… jantungku
berdetak cepat, ia terpacu begitu mendengar kalimat pedas itu. Tidak hanya
kalimatnya, intonasi suara dan mimik wajah yang tidak mengenakkan itulah yang
membuat jantungku berontak.
“Maaf, Bu.” Hanya
itu yang kuucapkan.
…
Terpikir olehku,
obrolan dengan seorang temaku beberapa hari lalu, mengenai petugas
perpustakaan, bagaimana pengalaman masing-masing dengan petugas perpustakaan,
bagaimana pendapat kami tentang petugas perpustakaan, dan bagaimana keinginan
kami terhadap mereka.
#JikaAkuMenjadi
Petugas Perpustakaan, maka aku akan
mencintai pekerjaanku itu seperti aku mencintai buku-buku (karena emang seharusnya
petugas perpustakaan mencintai buku, kan?), melayani dengan hati, memberi
bantuan dengan sebisa yang aku mampu, memberi senyuman, dan bekerja dengan
seikhlasnya. Karena, ya… (ga usah berbicara pahala atau etika) minimal, mereka
dapat uang kan dari pekerjaan sebagai petugas perpustakaan, sudah sepantasnya
bekerjalah sewajarnya dan semaksimal yang dimampui.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus