Jumat, 27 Mei 2016

Part 1

Senja Di Ujung Rindu

Silau. Matanya menyipit dari terpaan sinar matahari yang bertahan dari kerasnya deburan ombak. Rambut Ikal sebahunya menari-nari disapu angin pantai. Tangannya masih dilipat di depan dada kala kakinya dijilat-jilati air laut. Raut gusar itu tak dapat disembunyikan pantulan jingga air laut. Sesekali kegelisahannya memutar kepalanya ke arah daratan. Nihil. Ia tak melihat sosok yang dikenalnya.
Bola mata coklatnya memantulkan kerinduan. Dua tahun berpisah, dan hari ini adalah hari ia berjanji untuk mengobati rindunya itu.
Ah... zaman saja yang canggih. Ia tak bisa menghubunginya.
“Cis... nomornya tidak aktif. Lupakah ia punya janji denganku? Bukankah tanggal dan waktu telah ditetapkan dari sebulan lalu? Lantas, kenapa kali ini ia tak datang?” batinnya gusar.
Sampai sayup-sayup azan terdengar membuyarkan gelisahnya. Dilemparkan kotak kecil di tangannya, kemudian badannya membalik, kembali ke daratan. Ia pulang dengan setumpuk kecewa. Rindu yang tak terbayarkan.
(Minggu, 29 Mei 2016 pukul 18.00 di Pantai Purus)
*
Rambut pendeknya mulai basah ditetesi hujan. Binar matanya menahan kakinya untuk tak beranjak dari tempatnya berdiri. Hari panjang yang dilewatinya sudah merindukan hari ini. Ia akan menjumpai terkasih dari rantau untuk bertanya kabar dan membawakan banyak cerita yang tak dapat dibaginya selama ini. Di tangannya, ia menggenggam sebuah kotak ukuran sedang rapi dengan pita biru.
Ombak menghempas onggokkan bebatuan, memuncratkan air ke wajah pasinya. Senyum masih setia di sana. Meski sebenarnya ia menunggu dalam ketidakpastian.
Senja yang merona mulai perlahan tenggelam. Rinai hujan belum juga reda. Ia mulai gelisah. Tapi rasa percaya yang selama ini dipeliharanya masih menyimpan harapan.
“tunggu sepuluh menit lagi”
Hingga sepuluh menit pun berlalu, dan orang-orang di sekitarnya mulai kembali. Ia mulai memahami sendiri. Kalau penantiannya ternyata tak ada hasilnya. Wajah kecewa pun sangat jelas tergambar di rautnya. Perlahan, ia pun melangkah meninggalkan tempat itu.
(Minggu, 22 Mei 2016 pukul 18.00 di Pantai Purus)
*
“Kamu makan dong, badanmu udah makin kurus gini,” kepalanya menggeleng lemah. Muka pucatnya masih menyimpan luka. Sampai hari ini, tepat seminggu setelah ia tak menemukan kabar sang terkasih, bola mata yang tidak jernih itu memendam duka.
“Kakak suapin, ya!” Perempuan yang menyebut dirinya kakak itu membelai rambut pendeknya yang mulai banyak habis dimakan obat-obatan kemoterapi.
Demi menghargai kakaknya, ia mengangguk lemah. Di Ruangan dengan banyak peralatan medis itu, matanya menatap poster bergambar kanker serviks yang setahun ini mendiami tubuhnya.
Apa Jo tau, ia tengah menderita kanker hingga enggan baginya untuk bertemu? Entahlah..
Di Senja yang silauannya menembus kaca ruang perawatannya, ia menerawang. Berharap Jo memberi kabar untuk keterlambatannya selama seminggu ini.
(Minggu, 29 Mei 2016 pukul 17.30 di ruang rawat RSUP M.Djamil)
*
Pandangan Jo sendu menatap langit-langit kamarnya. Sudah sehari ia tak mendapat kabar dari Sandy perihal kenapa ia tidak datang menemuinya kemarin. Apakah Sandy baik-baik saja? Diambil ponsel dari kantong celananya, memencet-menceti nomor Sandy. Nihil. Tetap tidak aktif.
Sebenarnya Jo bisa saja menghampiri ke rumah Sandy, tapi ia menjaga egonya. Ini kesalahan Sandy, harusnya Sandy yang menghubunginya dan meminta maaf. Terlebih Jo mulai khawatir Sandy dijodohkan orang tuanya, hingga tak dapat menemuinya kemarin.
Jo ingat betul ketika terakhir kalinya ia menelepon dari Singapura bahwa ia akan kembali di hari Minggu dan berjanji untuk bertemu di Pantai Purus, tempat pertama kali mereka kenal empat tahun yang lalu.
(Senin, 30 Mei 2016)
*

(* bersambung
Share:

0 komentar:

Posting Komentar