Sabtu, 28 Mei 2016

Part II

Senja Di Ujung Rindu


Elektrokardiograf mengeluarkan bunyi tuuut panjang. Ruangan rawat yang sepi itu seperti meminta perhatian perawat dan dokter jaga untuk segera datang. Tiada orang lain di ruangan selain pasien yang keliatannya sedang sekarat.

dokter dan suster berlarian menuju ruang rawat Ambun Pagi itu. Meja beroda yang berisi peralatan medis itu ikut didorong ke dalam ruangan.

"Siapkan defibrilator!" Perintah dokter dengan suara tegas.
*

Bingkai foto di atas meja tiba-tiba terjatuh. suara pecahnya memilukan. Jo yang baru saja keluar dari kamar mandi segera memungutnya. kenapa bisa terjatuh? 

Perasaan Jo mulai tidak enak. Apa ada sesuatu yang terjadi pada gadis yang tengah tersenyum di dalam foto itu? Jo berjongkok memungut satu per satu pecahannya. Kemudian berdiri hendak mencari kantong plastik, namun kepala Jo membentur meja sehingga kalender meja ikutan terjatuh.

diliriknya kalender tersebut. Tanggal berapa sih, hari ini?

"Ada apa?" Adik Jo datang demi mendengar suara pecahan dari luar.
"Tanggal berapa sih, sekarang?"
"Tanggal 1 Juni"
"Hah?" Diliriknya kalender yang masih di tangan kanannya. Jangan-jangan selama ini...
"Sial! gue telat seminggu!" diletakkan pecahan kaca di tangan kirinya di atas meja, kemudian menyambar jaket kulit di atas kasur, dan berlari ke luar.
"Mau ke mana?"
"Menjemput janji!"
*

Tok..tok..
Krek! pintu dibuka dari dalam, seorang wanita paruh baya dengan daster batik memasang wajah heran begitu melihat siapa yang datang.
"Sandy..."
"Sandy lagi sekarat, barusan semua pada ke rumah sakit gitu dapat telepon. kamu kok malah ke sini?" mata Jo membesar. Sandy sekarat? sejak kapan ia sakit? kenapa tidak memberitahunya?"
"Rumah sakit mana, Buk?"
"M. Djamil. Paviliun Ambun Pagi."
"Oke, makasih Buk." Jo segera melesat ke rumah sakit. Di perjalanan ia mengutuk dirinya sendiri. Kalau sampai terjad apa-apa dengan Sandy, ahh...
*

"Dok, kabelnya lepas." Seorang perawat menemukan kabel elektrokardiograf yang lepas. Sehingga, kepanikan itu terjadi. segera dipasangnya kembali kabel tersebut hingga grafik di layar monitornya berjalan normal kembali.

"Defibrilatornya tidak jadi, Dok?"
"Tidak." Semuanya lega. Pasien baik-baik saja. Kalau terjadi apa-apa dengan pasien, tentu keluarganya akan sangat menyayangkan pemberitahuannya tadi bahwa pasien dalam kondisi stabil dan boleh ditinggal.

"Sandy!" Orang tua dan kakak perempuan Sandy masuk ruangan dengan mata basah. Dokter menggaruk kepalanya yang tidak gatal,
"Anu, maaf Bu, Pak, atas kecerobohan kami. Sandy baik-baik saja. tadi kabelnya lepas."
"Ya Tuhan, syukurlah."
"Maaf, tadi saya yang menelepon, Bu. Maaf saya langsung panik menelepon tanpa mengecek terlebih dahulu."
Keluarga mengangguk maklum. Mendengar kenyataan Sandy baik-baik saja sudah menjadi tebusan atas kecerobohan perawat itu.

"Ma..." Sandy membuka mata. tidur panjangnya terganggu suara bising di ruangan tersebut.
"Baik, kami permisi." dokter dan para perawat meninggalkan ruang rawat Sandy.
"Katanya tadi pulang, kok balik lagi?"
"Nggak papa, nak." mama menggenggam tangan kurus tersebut. mencurahkan kekhawatirannya. nafas lega dihembuskannya.
"Sandy!" semua menoleh ke arah pintu.
Jo?
*
Share:

0 komentar:

Posting Komentar